Senin, 07 April 2014

Patung Pancoran Dan Kisah Sedih Dibalik Pembuatannya

Patung Pancoran dengan nama lain Monumen
Patung Dirgantara adalah salah satu monumen
patung yang terdapat di Jakarta. Sebelumnyakami
pernah posting tentang makna patung patung di
jakarta. Letak monumen ini berada di kawasan
Pancoran, Jakarta Selatan. Tepat di depan
kompleks perkantoran Wisma Aldiron Dirgantara
yang dulunya merupakan Markas Besar TNI
Angkatan Udara. Posisinya yang strategis karena
merupakan pintu gerbang menuju Jakarta bagi
para pendatang yang baru saja mendarat di
Bandar Udara Halim Perdanakusuma.
Patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso sekitar
tahun 1964 - 1965 dengan bantuan dari Keluarga
Arca Yogyakarta. Sedangkan proses
pengecorannya dilaksanakan oleh Pengecoran
Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta
pimpinan I Gardono. Berat patung yang terbuat
dari perunggu ini mencapai 11 Ton. Sementara
tinggi patung itu sendiri adalah 11 Meter, dan
kaki patung mencapai 27 Meter. Proses
pembangunannya dilakukan oleh PN Hutama
Karya dengan IR. Sutami sebagai arsitek
pelaksana.
Pengerjaannya sempat mengalami keterlambatan
karena peristiwa Gerakan 30 September PKI di
tahun 1965.
Rancangan patung ini berdasarkan atas
permintaan Bung Karno untuk menampilkan
keperkasaan bangsa Indonesia di bidang
dirgantara. Penekanan dari desain patung
tersebut berarti bahwa untuk mencapai
keperkasaan, bangsa Indonesia mengandalkan
sifat-sifat Jujur, Berani dan Bersemangat. Total
biaya pembuatan Patung Dirgantara atau Patung
Pancoran pada tahun 1964 adalah 12 juta rupiah.
Biaya awal ditanggung oleh Edhi Sunarso, sang
pemahat. Bung Karno menjual mobil pribadinya
seharga 1 juta rupiah pada waktu itu. Pemerintah
sendiri hanya membayar 5 juta rupiah. Sisanya,
sebesar 6 juta rupiah, menjadi hutang pemerintah
yang sampai saat ini tidak pernah terbayar.
Manusia besar dengan gagasan besar. Itu sebuah
julukan lain buat Bung Karno. Ciri-ciri manusia
besar, terletak pada peninggalannya yang kekal.
Dalam beberapa hal, Bung Karno memenuhi
kriteria itu. Ajarannya tentang Marhaenisme,
penemuan ideologi Pancasila, serta semangat
kebangsaan, setidaknya masih bisa kita rasakan
hingga detik ini. Sekalipun ia “dikubur” tiga
dasawarsa lamanya, jejak-jejak peninggalan dan
karya besar Bung Karno bergeming dari gerusan
zaman.
Selain ide dan gagasan berupa isme, ajaran,
spirit, dan nilai-nilai sosial dan politik, Bung
Karno juga mewariskan monumen-monumen. Ia
menggagas pembangunan masjid Istiqlal yang ia
targetkan melebihi kekokohan candi borobudur. Ia
merancang tugu selamat datang di Bundaran HI
yang menjadi icon ibukota. Ia mendirikan tugu
pembebasan Irian Barat di Lapangan Banteng. Ia
juga mengobarkan semangat bangsa melalui
Patung Dirgantara di Pancoran.
Nah, yang disebut terakhir, adalah fokus tulisan
ini. Boleh dibilang, itulah peninggalan terakhir
Bung Karno. Digagas tahun 1965, saat matahari
kekuasaannya sudah condong ke barat. Adalah
pematung Edhi Sunarso yang mendapat
kehormatan, mengerjakan pembuatan patung itu.
Sahabat anehdidunia.com Edhi adalah pematung
kesayangan Bung Karno. Ia pula yang ditunjuk
membuat patung “Selamat Datang” di Bundaran
HI.
Edhi ingat persis, ketika instruksi Bung Karno
diterimanya. Hatinya sempat mandeg-mangu,
ragu-ragu, bimbang, dan galau. Sebagai seniman
patung, ia belum pernah sama sekali membuat
patung dengan bahan perunggu. Sementara
perintah Bung Karno jelas, ia menghendaki patung
dengan bahan perunggu.
Saat raut wajahnya sulit menyembunyikan
perasaan hatinya, Bung Karno segera paham.
Maka, berkatalah Bung Karno kepada Edhi, “”Hey
Ed, kamu punya rasa bangga berbangsa dan
bernegara tidak? Apa perlu saya menyuruh
seniman luar untuk mengerjakan monumen dalam
negeri sendiri? Saya tidak mau kau coba-coba,
kau harus sanggup.”
Waktu satu minggu yang diberikan Bung Karno,
dijawab tuntas oleh Edhi dengan mengumpulkan
teman-teman pematung di Yogya, dan
mewujudkan harapan Bung Karno dalam replika
yang terbuat dari gypsum. Gaya melambaikan
tangan laiknya orang menyambut kedatangan
sahabat, diperagakan langsung oleh Bung Karno.
Gaya itu pula yang kemudian menjadi model pada
patung Tugu Selamat Datang di bundaran HI.
Nah, lain lagi kisah Patung Dirgantara, Pancoran.
Proyek itu sempat mangkrak, alias terhenti.
Peristiwa 30 September 1965, adalah pemicu
terancam gagalnya pembuatan patung itu. Bung
Karno menghadapi hantaman dari dalam negeri.
Ia didemo nyaris tiap hari. Klimaksnya adalah
penolakan MPRS atas pertanggungjawaban Bung
Karno, terhadap peristiwa pemberontakan PKI
tadi. Buntutnya sama-sama kita ketahui, Bung
Karno dilengserkan, dan Soeharto diorbitkan.
Nasib patung Dirgantara yang digagas Bung
Karno sebagai simbol semangat bangsa,
terombang-ambing. Meski begitu, Bung Karno
bukan manusia yang meninggalkan sejarah ke-
plin-plan-an. Bung Karno tidak pernah
mengajarkan sikap yang kurang bertanggung
jawab. Alhasil, sekalipun nasibnya sendiri di ujung
tanduk. Posisinya sebagai presiden terancam.
Tekanan dalam dan luar negeri menghimpit
dirinya, Bung Karno tetap komit.
Ia menyempatkan diri untuk memantau
perkembangan proyek patung dirgantara tadi.
Kepada Bung Karno, dengan nada prihatin, Edhi
melaporkan kemandegan proyek tadi. Sekalipun
pedestial atau tiang penyangga patung sudah
selesai, tapi pekerjaan terancam mandeg, karena
pemerintahan transisi tidak menggubrisnya. Di
sisi lain, dalam status tahanan politik, dalam
kondisi badan yang makin ringkih digerogoti sakit
ginjalnya, Bung Karno keukeuh menuntaskan
proyek terakhirnya.
Edhi sendiri tak sanggup meneruskan pekerjaan
itu, mengingat dirinya pun sudah dililit utang
untuk pekerjaan itu. Maklumlah, semua proyek
pembuatan monumen yang ia kerjakan atas
perintah Bung Karno, tidak menggunakan
semacam dokumen perintah resmi negara. Murni
soal kepercayaan.
Atas kondisi tersebut, Bung Karno lantas
memanggil Edhi dan memberinya uang Rp 1,7
juta. Belakangan Edhi baru tahu, uang itu hasil
penjualan mobil pribadi Bung Karno. Dengan uang
itu, sekalipun belum cukup menutup semua biaya,
Edhi langsung menuntaskan pengerjaan patung
Dirgantara.
Alkisah… di pagi yang cerah, di hari Minggu
tanggal 21 Juni 1970, Edhie sedang berada di
puncak Tugu Dirgantara. Tiba-tiba, melintas
iring-iringan mobil jenazah. Salah seorang
pekerja di bawah sontak memberi tahu Edhi,
bahwa yang barusan lewat adalah iring-iringan
mobil jenazah… jenazah Bung Karno, sang
penggagas Tugu Dirgantara.
Lemas lunglai Edhi demi mendengar berita itu. Ia
pun langsung turun dari puncak Tugu Dirgantara,
dan menyusul ke Blitar, memberi penghormatan
terakhir kepada Putra Sang Fajar.
Belum usai duka berlalu, Edhi bersemangat
menuntaskan amanat terakhir Bung Karno.
Sekalipun pekerjaan itu meninggalkan utang
negara. Sekalipun patung itu tidak pernah
diresmikan oleh pemerintahan Soeharto. Tugu
Dirgantara tegar berdiri, menggelorakan semangat,
mengekspresikan wajah Gatotkaca. Wajah
perkasa yang menyimpan duka di balik
pembuatannya.
Beberapa cerita tentang misteri acungan tangan
patung pancoran
Konon patung pancoran menunjuk sebuah tempat
dimana bung karno meletakkan harta
kekaya'annya yg dipercaya dapat melunasi
hutang negara.
Beberapa orang menceritakan bahwa patung ini
menghadap ke sebuah pelabuhan sunda kelapa
yang merupakan jantung peradaban bangsa
indonesia selama di jajah belanda.
Namun ada juga yang bilang dulu maksud di
bangunnya tugu pancoran adalah untuk
menyatakan bahwa kiblat politik indonesia adalah
ke RUSIA arah komunis???
Tugu pancorana punya nama asli patung
dirgantara jadi arah utara yang di tunjukan oleh
jari tugu pancoran tersebut adalah lokasi bandara
di jakarta yang dulu ada di kemayoran jakarta
sebelum di pindah kan ke cengkareng
Bagaimanapun juga cerita dari tugu pancoran
atau patung pancoran tersebut, sesekali
sempatkan untuk mengagumi hasil karya anak
bangsa kita dan ambil hikmah postifnya bahwa
tugu tersebut masih semangat tegak berdiri
bagaimanapun permasalahan yang dihadapi
bangsa kita ini. SEMANGAT!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar